Petualangan di Candi Siti Hinggil di Jetis

November 05, 2015
Sebenarnya, berita tentang keangkeran candi batu lumpang / yoni di siti hinggil dusun Jetis sudah aku dengar sejak 10 tahun silam, yaitu sejak aku tinggal di desa Kedung pucang, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Namun, hal itu tak membuat aku tertarik sebab aku termasuk salah satu orang yang kurang menyukai berita tahayul dan berbau mistis.

Kata banyak orang, beberapa warga desa sering mendengar suara-suara aneh di sekitar area candi siti hinggil pada malam-malam tertentu seperti suara gamelan wayang, suara kuda meringkik dan lain-lain.

Candi Siti Hinggil

Orang-orang yang tinggal di area desa setempat terutama para orang tua selalu menyarankan, jika melewati area candi siti hinggil setidaknya meminta permisi kepada penghuni siti hinggil atau membunyikan klakson pada kendaraan mereka. Pernah ada kejadian, seorang warga ketika melewati jalan di area Siti Hinggil, dia melihat perempuan tua yang bongkok dengan menggendong anak. Akan tetapi, ketika dia menoleh ke belakang, perempuan tua itu menghilang dan ketika dicari, perempuan tua itu tidak ditemukan.

Akhir-akhir ini, saya menjadi tertarik untuk mengungkap kebenaran tentang peristiwa dan berita-berita tersebut. Untuk mendapatkan informasi, saya langsung menemui Pak Dhe Warjo, warga desa Pendemrejo. Pak Dhe pun membenarkan berita-berita tersebut dan menyarankan saya untuk menemui Mbah Mochani, seorang juru kunci di candi siti hinggil dan juga merupakan orang dengan usia yang paling tua di desa Jetis yang lahir di tahun 1920.

Dengan modal bloknote, bolpoin, hp lawas dan dompet plus isi, akhirnya aku bersama Pak Dhe Warjo berkunjung ke rumah Mbah Mochani untuk mendapatkan informasi terkait sejarah dan fenomena di Candi Siti Hinggil.

Namun, Mbah Mochani tidak bisa menceritakan sejarah tentang candi Siti Hinggil secara jelas dan pasti. Karena, Mbah Mochani mendapati candi itu sudah ada semenjak beliau lahir dan diberi tanggung jawab untuk mengelola candi tersebut atas perintah bapaknya, yang juga seorang juru kunci di candi Siti Hinggil. Mbah Mochani hanya memberikan sedikit gambaran tentang sejarah.

Dulu, Siti Hinggil adalah sebuah bangunan yang dibangun dengan tujuan membuat sebuah kerajaan untuk menyaingi Kraton di Yogyakarta. Akan tetapi, proses pembangunan mengalami kegagalan karena diketahui beberapa warga setempat yang melapor dan masih setia dengan Kraton Jogja. Ada mitos lagi, area candi pernah digunakan sebagai tempat persembunyian dalam perang Diponegoro. Namun, semua itu masih butuh bukti-bukti sejarah dan ilmiah terkait hal tersebut.

Posisi candi Siti Hinggil berada di kurang lebih 500 meter ke arah barat dari SDN Kedung Pucang, dan sebelah timur dari sungai Bengkal, dimana sungai Bengkal adalah pembatas antara Kelurahan Kedung Pucang dan Sendangsari. Ke dua desa tersebut termasuk peta wilayah Kecamatan Bener, di Kabupaten Purworejo. Area candi ada di posisi sebelah kanan jalan, kemudian masuk di sebuah lorong kecil kira-kira 50 meter dari jalan utama.

Bentuk bangunan candi Siti Hinggil seperti ruang istirahat atau lebih mirip pemakaman dengan dilengkapi tempat duduk dan ditumbuhi 3 pohon beringin yang sudah berumur ratusan tahun sehingga menambah keangkeran suasana candi. Disekitar bangunan tersebut, ada 5 batu lumpang lengkap dengan sesaji seperti bunga dan dupa. 2 Batu berada di sebelah timur, 1 batu di sebelah barat, 1 batu disebelah selatan dan 1 batu lagi di sebelah utara.

0 Comments