Kisah Nyi Rawong dan Sejarah Purwodadi Purworejo

Kecamatan Purwodadi terletak di wilayah timur kota Purworejo, masih dalam peta wilayah Kabupaten Purworejo. Sejarah Purwodadi di Purworejo, atau Babad Tanah Purwodadi, atau juga sering disebut Babad Tanah Rawong, terkait dengan kisah cinta pilu antara Nyi Rawong dan Pangeran Tejomantri.

Purwodadi berasal dari pemenggalan kata Purwo dan Dadi dimana kata Purwo adalah awal, sedangkan dadi adalah bersatu atau pertemuan kemudian menyatu. Kisah drama perpisahan 2 sejoli karena cinta, dan kisah pertemuan 2 insan yang dilanda cinta. Kisah ini sangat menarik sekali untuk dibahas. Bagaimana cerita ? Silakan anda baca kisah menarik ini.

Asal Usul Purwodadi
Ilustrasi : Salah Satu Sekolah Dasar Di Kecamatan Purwodadi

Sejarah Purwodadi berawal dari pemberontakan Tumenggung Sukowati


Sejarah tentang asal usul kota Purwodadi ini berawal dari niat Tumenggung Sukowati yang ingin memberontak ke Kerajaan Mataram. Saat itu, Kerajaan Mataram dipimpin oleh Raja Amangkurat Agung atau Sunan Amangkurat. Menurut pemikiran Tumenggung Sukowati, wilayah Sukowaten atau Surakarta adalah basis wilayah Kerajaan Pajang, bukan wilayah Kerajaan Mataram, namun diklaim oleh Mataram. Selain itu, Tumenggung Sukowati merupakan keturunan Raja Brawijaya ( Raja Majapahit ) sehingga dia merasa bagian dari putra bangsawan Majapahit dan ingin memisahkan diri dari Mataram dengan membentuk Kerajaan baru, meneruskan cita-cita Kerajaan Pajang.

Desas-desus tentang niat pemberontakan Tumenggung Sukowati didengar oleh Raja Amangkurat Agung. Namun, Raja Amangkurat tidak gegabah dalam menanggapi isu tersebut. Sebab, beliau tidak ingin salah tindakan dengan memerangi rakyat sendiri. Akhirnya, beliau mengadakan rapat agung dengan mengundang para senopati dan penasehat negara untuk mengambil pendapat kuat terkait bagaimana tindakan yang tepat untuk menghadapi isu pemberontakan.

Akhirnya, rapat memutuskan untuk menyelidiki keadaan terlebih dahulu sebelum menyerbu katumengunan sukowaten agar supaya tidak terjadi salah tindakan yang mengakibatkan pertumpahan darah pada rakyat yang tak berdosa. Untuk menyelidiki kasus ini, diperlukan seorang mata-mata atau agen rahasia kerajaan yang cerdas dan mempunyai ilmu kanuragan untuk bertugas menyelidiki kebenaran berita. Maka, dipilih seorang Ksatria dari putra bangsawan Mataram yang bernama Pangeran Tejomantri.

Meskipun hanya putra selir kerajaan, kecerdasan dan kepiawaian dalam olah kanuragan Pangeran Tejomantri tidak kalah dengan putra-putra bangsawan lain. Ketrampilan sang Pangeran dalam hal perang dan berkuda sudah diakui oleh kerjaaan. Selain itu, Pangeran Tejomantri mempunyai wajah yang sangat tampan dengan kulit besih, bahkan beliau adalah pangeran paling tampan dibanding dengan putra raja lainnya sehingga Raja AMangkurat sangat menyayangi Tejomantri, meskipun hanya putra selir.

Singkat cerita, Pangeran Tejomantri menyetujui keputusan rapat dan bersiap hendak ke Sukowaten. Sebelumnya hari pemberangkatan, Pangeran Tejomantri mengajak teman yaitu Ki Gamblong. Ki Gamblong adalah seorang perawat kuda kerajaan yang setia menemani Tejomantri selama berlatih kuda. Keakraban putra negara dan abdi perawat kuda seperti paman dan keponakan. Meskipun Ki Gamblong hanya seorang perawat kuda, namun Tejomantri menganggapnya sebagai paman sendiri.

Setelah sampai di Katumenggungan Sukowaten, mereka melihat beberapa pemuda berlatih perang. Saat itu, Sukowaten sedang membutuhkan banyak pemuda untuk latihan perang. Pemuda-pemuda tersebut banyak didatangkan dari daerah Lasem. Saat itu wilayah Lasem dikuasai oleh Bre Lasem yang mendukung Tumenggung Sukoawati untuk memberontak. Kesempatan baik ini diambil oleh Tejomantri untuk melamar kerja sebagai perawat kuda. Sebab, jika beliau melamar sebagai prajurit maka identitasny akan diketahui oleh pihak Sukowaten karena pangeran sangat piawai dalam olah kanuragan dan bermain senjata perang.

Nasib baik, lamaran diterima. Kedua orang, Pangeran Tejomantri dan Ki Gamblong berhasil masuk ke Sukowaten menjadi perawat kuda, Dengan menjadi perawat kuda, pekerjaan sebagai mata-mata bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena berhubungan langsung dengan lokasi katumenggunan. Mereka menyamar sebagai anak dan bapak sehingga pihak katumenggungan tidak menaruh curiga apapun terhadap kedua telik sandi tersebut.

Sejarah Purwodadi adalah kisah cinta Pangeran Tejomantri dan Dewi Rayungsari


Selama menjadi perawat kuda katumenggungan, ketampanan Pangeran Tejomantri memukau para emban Sukowaten. Para emban yang usia belia, saling berebut perhatian dari sang pangeran. Berita ketampanan Pangeran Tejomantri didengar oleh putri Tumenggung Sukowati yang bernama Dewi Rayungsari. Karena penasaran, sang dewi mencoba mendatangi kandang kuda Sukowaten dan mengintip, seperti apa sih Tejomantri ?.

Saat itu, Dewi Rayungsari sudah mulai masa remaja. Tersentak hati sang putri melihat ketampanan wajah Tejomantri. Tatapan mata dan senyum Tejomantri seperti panah meluncur ke hati Sang Putri, membuat hati sang putri merasakan cinta pertama. Setiap malam, jiwa sang putri selalu gelisah membayangkan ketampanan Tejomantri dan hati galau tingkat tinggi ingin segera datang waktu siang untuk mengunjungi kandang kuda, tempat kerja Tejomantri.

Disisi lain, Tejomantri juga mempunyai perasaan yang sama. Tiap malam hatinya merindukan wajah tercantik yang pernah dia temukan. Senyum manis dengan lesung di pipi membuat Tejomantri tak tenang dalam tidur. Hatinya selalu mengharap waktu siang, menunggu kunjungan sang putri Rayungsari. Setiap kedatangan, sang putri sering membawa oleh-oleh makanan enak dari Kaputren. Tentu kejadian ini membuat para emban menjadi cemburu, namun kalah bersaing.

Karena keakraban antara Tejomantri dan Rayungsari, keadaan ini membuat Tumenggung Sukowati menaruh curiga. Bagaimana mungkin, seorang anak desa yang lugu mempunyai wajah yang tampan, seperti putra bangsawan. Kecurigaan Tumenggung semakin kuat dengan berita tentang ketangkasan Tejomantri dalam bermain kuda sehingga Tumenggung Sukowati mengirim mata-mata untuk mengawasi keadaan kandang.

Terbongkar sudah kedok Tejomantri bahwa dia adalah mata-mata kerajaan Mataram. Akhirnya, terjadi perang tak seimbang antara banyak prajurit dan senopati yang mengeroyok Tejomantri. Akibatnya, Tejomantri melarikan diri karena kalah perang yang menyebabkan perpisahan dengan Ki Gamblong. Mereka melarikan diri dengan arah yang terpisah.

Disisi lain, pasukan Mataram mengepung Sukowaten sehingga menyebabkan keluarga Tumenggung melarikan diri. Rayungsari dianggap sebagai pengkhianat maka tak boleh ikut bersama keluarganya. Rayungsari pergi seorang diri dan bertemu dengan Ki Gamblong. Lalu, Ki Gamblong mengajak Rayungsari pergi hijrah ke Kadipaten Loano dan berguru dengan Bathara Loano, seorang resi di Loano yang sakti.

Setelah merasa cukup ilmu, kedua orang meneruskan perjalanan menyusuri sungai Bogowonto ke arah timur. Tibalah di sebuah desa terpencil yang pada kemudian menjadi Purwodadi. Namun, kerinduan hati Rayungsari pada Tejomantri masih menggelayuti. Atas prediksi Ki Gamblong, Pangeran Tejomantri masih hidup dan kelak Rayungsari akan bertemu sehingga harus sabar menanti. Banyak pemuda desa menaruh cinta dan melamar Rayungsari, namun ditolak. Karena sering menolak lamaran, Rayungsari berganti nama menjadi NYI RAWONG.

Pertemuan Nyi Rawong dan Tejomantri adalah makna dari asal-usul Purwodadi Purworejo


2 Tahun berlalu dalam pelariannya, Pangeran Tejomantri tiba di sebuah sungai namun dia tak tahu apa nama sungai tersbut. Saat istirahat, dia mendengar percakapan beberapa orang yang sedang mancing di kali. Percakapan itu membahas tentang kecantikan Nyi Rawong. Tentu saja membuat hati Pangeran Tejomantri menjadi penasaran dan ingin bertemu.

Setelah bertanya arah menuju rumah Nyi Rawong, Tejomantri sampai di sebuah rumah kecil yang berada di tepi desa. Dia hanya duduk di bawah pohon, melihat siapa gerangan di dalam rumah. Dan, muncul seorang lelaki tua menggunakan blangkon, Tejomantri sangat mengenal orang ini. Maka, bertemulah anatara paman dan keponakan. Antara Pangeran dan abdi dalem yang setia. Dan Bertemu pula Pangeran Tejomantri dengan Nyi Rawong yang tak lain adalah RayungSari.

Saat pertemuan, sang putri jatuh pingsan sehingga membuat beberapa orang menjadi panik. Setelah sadar, Rayungsari segera sujud di telapak kaki Tejomantri. Karena pertemuan itu, desa kecil dinamakan PURWODADI, yang terdiri dari pemenggalan kata antara Purwo dan dadi. Purwo adalah awal, dan dadi mempuyai arti jadi atau menyatu yang merupakan asal-usul dan tonggak sejarah Purwodadi di Purworejo .

Jadi, makna Purwodadi yang sebenarnya adalah awal pertemuan yang kemudian menyatu, karena sejak pertemuan itu, Tejomantri dan Rayungsari menikah. Rayungsari bergelar Nyi Rawong, sedangkan Pangeran Tejomantri berganti nama menjadi Ki Rawong. Selesai kisah cinta antara Tejomantri dan Rayungsari yang merupakan sejarah dan asal-usul Purwodadi Purworejo. Salam !.

1 Comments: