Asal-usul dan sejarah arca emas yang ditemukan di area goa seplawan adalah sepasang arca yang terbuat dari emas dengan berat kurang lebih 1.5 kg yang merupakan peninggalan pada jaman kerajaan Mataram Kuno yang menggambarkan dewa Syiwa dan dewi Parwati, karena saat itu kerajaan Mataram Kuno beraliran Hindu yang menyembah Syiwa, atau beragama Hindu Syiwa.
Sejarah dan asal-usul pembuatan arca emas goa seplawan tersebut terjadi di jaman setelah Rakai Sanjaya wafat. Tepatnya, pada masa hidupnya seorang pemuda yang bernama Dyah Balitung ( sebelum menjadi Raja Mataram ). Jadi, masa pembuatan patung atau arca emas goa seplawan adalah di masa pemerintahan wangsa Sanjaya, artinya keturunan dari Rakai Sanjaya.
Namun, tentang siapa sebagai pembuat arca adalah masih belum diketahui. Yang jelas, arca emas goa seplawan dibuat sebagai prasasti kebesaran Mataram Hindu sekaligus penghormatan untuk agama mereka, Hindu Syiwa. Beberapa fakta sejarah mengungkapkan bahwa sepasang arca emas Mataram Kuno sengaja di bawa ke goa seplawan oleh salah satu Rakai atau Raja Mataram semasa pelarian. Karena, pada masa itu terjadi perebutan kekuasaan dan saling b*nuh diantara para keturunan wangsa Sanjaya. Bagaimana kisahnya ? Mari kita simak bersama.
Dahulu pada sekitar abad ke 7 - 8, berdiri 2 kerajaan sama kuat di Jawa Tengah namun berbeda aliran kepercayaan. Bagian wilayah utara ( Kedu ) yang dipimpin oleh Raja Sanjaya, putra dari Raja Sana di Kerajaan Pasundan. Rakai Sanjaya menganut Hindu Syiwa dengan bukti peninggalan berupa candi dieng, candi prambanan, candi liyangan, candi pringapus dan lain-lain. Rakai Sanjaya memerintah Mataram Hindu pada sekitar tahun 732 - 752 M.
Sedangkan bagian wilayah selatan, berdiri kerajaan dengan nama Medang Gele yang ber-ibu kota di Watukuro, Bagelen yang dipimpin oleh Raja Syailendra dan beraliran Budha Mahayana dengan bukti peninggalan berupa candi borobudur, candi kalasan, candi mendut, dan lain-lain. Hingga sekarang, masih ada desa Watukuro di muara sungai Bogowonto. Dahulu, sejarah asal nama sungai Bogowonto adalah cih watukuro.
Setelah Raja sanjaya wafat, tampuk pemerintahan Mataram Kuno dilimpahkan ke salah satu wangsa Sanjaya yang bernama Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja Dyah Saladu memerintah selama 8 tahun dimulai dari 769 - 777 tahun caka. Sebelum Raja Dyah Saladu wafat, beliau memberikan wasiat supaya tampuk pemerintahan dipegang oleh Pangeran Mahamantri I Hino Dyah Lokapala, masih lingkup wangsa Sanjaya.
Setelah Dyah Lokapala dinobatkan menjadi Raja Mataram, kemudian beliau bergelar Prabu Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Pada masa pemerintahan Raja Dyah Lokapala, terjadi dendam diantara putra bangsawan terutama pangeran Dyah Tagwas. Dyah Tagwas adalah putra pertama dari Rakai Dyah Saladu. Meskipun hanya anak selir, tetapi Dyah Tagwas merasa bahwa dia yang pantas menjadi Raja Mataram, bukan Dyah Lokapala.
Kemudian, terjadilah pemberontakan diantara putra bangsawan di Mataram untuk pertama kali yang dilakukan oleh Dyah Tagwas yang kemudian dia berhasil menghabisi Raja Dyah Saladu. Setelah itu, Dyah Tagwas menobatkan diri mejadi Raja Mataram pada 807 tahun caka atau 17 pebruari 855 M.
Namun, pemerintahan Dyah Tagwas berlangsung tak lama, hanya beberapa bulan saja. Salah satu putra Raja Dyah Saladu yang bernama Dyah Dewendra, merasa dendam terhadap Dyah Tagwas karena menghabisi ayahnya. Dengan perencanaan yang matang, Dyah Dewendra berhasil memberontak dan menghabisi Dyah Tagwas. Kemudian, Dyah Dewendra mengangkat dirinya menjadi Raja Mataram kuno dengan gelar Dyah Dewendra Panumwangan pada 807 tahun caka, tepatnya 25 agustus 885 M.
Api dendam masih menyelimuti wangsa Sanjaya. Salah satu putra Rakai Dyah Saladu yang bernama Dyah Badra, dari istri selir namun masih satu kandung dengan Dyah Tagwas, merencanakan pemberontakan. Dengan perencaanaan yang matang, Dyah Badra berhasil memberontak namun tak berhasil menghabisi Dyah Dewendra karena melarikan diri ke tempat saudaranya, yaitu Dyah Jabang Rake Watuhumalang. Salah satu putra Dyah Jabang adalah Dyah Balitung dimana pemuda inilah yang membawa kejayaan kembali Mataram Kuno.
Setelah berhasil memberontak, Dyah Badra menobatkan diri menjadi Raja Mataram dengan gelar Raja Rakai Gurunwangi Dyah Badra pada tanggal 18 januari 887 M atau 809 tahun caka. Namun, pemerintahan Dyah Badra tidak disukai oleh pembesar kerajaan sehingga terjadilah pemberontakan oleh pembesar istana. Dyah Badra beserta pengawal setia berhasil melarikan diri dengan keadaan yang menyedihkan, namun berhasil membawa harta dan perhiasan, tak luput pula juga membawa arca emas, patung kehormatan Mataram Kuno.
Selama melarikan diri, Dyah Badra dan pengawal setia mendapat pengepungan dari beberapa prajurit Mataram di berbagai daerah sehingga Dyah Badra harus melalui hutan belantara dan singgah di gua-gua. Gua yang paling lama di huni adalah goa seplawan. Di situ pula, Dyah Badra membangun sebuah pemujaan berupa lingga dan yoni yang lokasinya di sebelah timur mulut goa. Pada jarak kurang lebih 20 meter dari mulut goa seplawan, ada lukisan di dinding berupa tapak kaki dewa Syiwa. Namun, saya tak bisa mengambil gambar, karena kondisi goa sangat gelap dan hanya ada sinar kecil dari lobang di sebelah atas.
Itulah sekelumit tentang asal-usul dan sejarah patung emas yang ditemukan di goa seplawan, yaitu sepasang patung yang terbuat dari emas yang merupakan peninggalan kerajaan Mataram Kuno. Namun, arca emas tersebut ditinggalkan di goa seplawan dan kemudian Dyah Badra melanjutkan pelariannya ke tempat asalnya, yaitu wilayah Gurunwangi.
Kenapa arca emas ditinggalkan di goa seplawan ? Karena menurut pemikiran Dyah Badra, goa seplawan adalah tempat aman untuk menimbun dan menyimpan emas dan harta yang kelak akan digunakan jika suatu saat akan dibutuhkan. Menurut para ahli, di dalam goa seplawan masih menyimpan harta peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang hingga sekarang masih belum digali, karena butuh dana besar. Semoga Bermanfaat.
Sejarah dan asal-usul pembuatan arca emas goa seplawan tersebut terjadi di jaman setelah Rakai Sanjaya wafat. Tepatnya, pada masa hidupnya seorang pemuda yang bernama Dyah Balitung ( sebelum menjadi Raja Mataram ). Jadi, masa pembuatan patung atau arca emas goa seplawan adalah di masa pemerintahan wangsa Sanjaya, artinya keturunan dari Rakai Sanjaya.
Namun, tentang siapa sebagai pembuat arca adalah masih belum diketahui. Yang jelas, arca emas goa seplawan dibuat sebagai prasasti kebesaran Mataram Hindu sekaligus penghormatan untuk agama mereka, Hindu Syiwa. Beberapa fakta sejarah mengungkapkan bahwa sepasang arca emas Mataram Kuno sengaja di bawa ke goa seplawan oleh salah satu Rakai atau Raja Mataram semasa pelarian. Karena, pada masa itu terjadi perebutan kekuasaan dan saling b*nuh diantara para keturunan wangsa Sanjaya. Bagaimana kisahnya ? Mari kita simak bersama.
Copyright: mas3ono.com |
Kronologi pemberontakan wangsa Sanjaya dan sejarah arca emas goa Seplawan
Dahulu pada sekitar abad ke 7 - 8, berdiri 2 kerajaan sama kuat di Jawa Tengah namun berbeda aliran kepercayaan. Bagian wilayah utara ( Kedu ) yang dipimpin oleh Raja Sanjaya, putra dari Raja Sana di Kerajaan Pasundan. Rakai Sanjaya menganut Hindu Syiwa dengan bukti peninggalan berupa candi dieng, candi prambanan, candi liyangan, candi pringapus dan lain-lain. Rakai Sanjaya memerintah Mataram Hindu pada sekitar tahun 732 - 752 M.
Sedangkan bagian wilayah selatan, berdiri kerajaan dengan nama Medang Gele yang ber-ibu kota di Watukuro, Bagelen yang dipimpin oleh Raja Syailendra dan beraliran Budha Mahayana dengan bukti peninggalan berupa candi borobudur, candi kalasan, candi mendut, dan lain-lain. Hingga sekarang, masih ada desa Watukuro di muara sungai Bogowonto. Dahulu, sejarah asal nama sungai Bogowonto adalah cih watukuro.
Setelah Raja sanjaya wafat, tampuk pemerintahan Mataram Kuno dilimpahkan ke salah satu wangsa Sanjaya yang bernama Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja Dyah Saladu memerintah selama 8 tahun dimulai dari 769 - 777 tahun caka. Sebelum Raja Dyah Saladu wafat, beliau memberikan wasiat supaya tampuk pemerintahan dipegang oleh Pangeran Mahamantri I Hino Dyah Lokapala, masih lingkup wangsa Sanjaya.
Setelah Dyah Lokapala dinobatkan menjadi Raja Mataram, kemudian beliau bergelar Prabu Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Pada masa pemerintahan Raja Dyah Lokapala, terjadi dendam diantara putra bangsawan terutama pangeran Dyah Tagwas. Dyah Tagwas adalah putra pertama dari Rakai Dyah Saladu. Meskipun hanya anak selir, tetapi Dyah Tagwas merasa bahwa dia yang pantas menjadi Raja Mataram, bukan Dyah Lokapala.
Kemudian, terjadilah pemberontakan diantara putra bangsawan di Mataram untuk pertama kali yang dilakukan oleh Dyah Tagwas yang kemudian dia berhasil menghabisi Raja Dyah Saladu. Setelah itu, Dyah Tagwas menobatkan diri mejadi Raja Mataram pada 807 tahun caka atau 17 pebruari 855 M.
Namun, pemerintahan Dyah Tagwas berlangsung tak lama, hanya beberapa bulan saja. Salah satu putra Raja Dyah Saladu yang bernama Dyah Dewendra, merasa dendam terhadap Dyah Tagwas karena menghabisi ayahnya. Dengan perencanaan yang matang, Dyah Dewendra berhasil memberontak dan menghabisi Dyah Tagwas. Kemudian, Dyah Dewendra mengangkat dirinya menjadi Raja Mataram kuno dengan gelar Dyah Dewendra Panumwangan pada 807 tahun caka, tepatnya 25 agustus 885 M.
Api dendam masih menyelimuti wangsa Sanjaya. Salah satu putra Rakai Dyah Saladu yang bernama Dyah Badra, dari istri selir namun masih satu kandung dengan Dyah Tagwas, merencanakan pemberontakan. Dengan perencaanaan yang matang, Dyah Badra berhasil memberontak namun tak berhasil menghabisi Dyah Dewendra karena melarikan diri ke tempat saudaranya, yaitu Dyah Jabang Rake Watuhumalang. Salah satu putra Dyah Jabang adalah Dyah Balitung dimana pemuda inilah yang membawa kejayaan kembali Mataram Kuno.
Setelah berhasil memberontak, Dyah Badra menobatkan diri menjadi Raja Mataram dengan gelar Raja Rakai Gurunwangi Dyah Badra pada tanggal 18 januari 887 M atau 809 tahun caka. Namun, pemerintahan Dyah Badra tidak disukai oleh pembesar kerajaan sehingga terjadilah pemberontakan oleh pembesar istana. Dyah Badra beserta pengawal setia berhasil melarikan diri dengan keadaan yang menyedihkan, namun berhasil membawa harta dan perhiasan, tak luput pula juga membawa arca emas, patung kehormatan Mataram Kuno.
Selama melarikan diri, Dyah Badra dan pengawal setia mendapat pengepungan dari beberapa prajurit Mataram di berbagai daerah sehingga Dyah Badra harus melalui hutan belantara dan singgah di gua-gua. Gua yang paling lama di huni adalah goa seplawan. Di situ pula, Dyah Badra membangun sebuah pemujaan berupa lingga dan yoni yang lokasinya di sebelah timur mulut goa. Pada jarak kurang lebih 20 meter dari mulut goa seplawan, ada lukisan di dinding berupa tapak kaki dewa Syiwa. Namun, saya tak bisa mengambil gambar, karena kondisi goa sangat gelap dan hanya ada sinar kecil dari lobang di sebelah atas.
Itulah sekelumit tentang asal-usul dan sejarah patung emas yang ditemukan di goa seplawan, yaitu sepasang patung yang terbuat dari emas yang merupakan peninggalan kerajaan Mataram Kuno. Namun, arca emas tersebut ditinggalkan di goa seplawan dan kemudian Dyah Badra melanjutkan pelariannya ke tempat asalnya, yaitu wilayah Gurunwangi.
Kenapa arca emas ditinggalkan di goa seplawan ? Karena menurut pemikiran Dyah Badra, goa seplawan adalah tempat aman untuk menimbun dan menyimpan emas dan harta yang kelak akan digunakan jika suatu saat akan dibutuhkan. Menurut para ahli, di dalam goa seplawan masih menyimpan harta peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang hingga sekarang masih belum digali, karena butuh dana besar. Semoga Bermanfaat.
0 Comments